Kategori Fokus Utama
FIQHUL WAQI' [MEMAHAMI REALITA UMMAT]
Oleh
Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani
Bagian Pertama dari Enam Tulisan [1/6]
Segala puja dan puji hanya milik Allah Jalla Jalaluhu, kami memujiNya, memohon pertolongan dan ampunanNya. Kami berlindung kepadaNya dari kejahatan diri-diri kami dan keburukan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang ditunjukiNya tiada seorangpun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang di sesatkanNya, maka tidak ada yang dapat memberi petunjuk.
Aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang sebenarnya selain Allah Jalla Jalaluhu Yang Mahaesa, tiada sekutu bagiNya. Aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah hamba dan rasulNya.
Amma ba'du.
Bahwasanya Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda.
"Artinya : Hampir tiba saatnya ummat-ummat itu saling seru menyeru untuk memerangi kalian, sebagaimana orang yang akan makan saling menyeru untuk segera ketempat makannya. Seorang berkata "apakah karena jumlah kami sedikit pada saat itu ?" Beliau berkata : (tidak) bahkan jumlah kalian pada saat itu banyak, namun kalian ibarat buih yang terbawa oleh banjir. Dan benar-benar Allah akan mencabut dari hati musuh-musuh kalian rasa segan mereka terhadap kalian, dan Allah akan melemparkan dalam hati kalian 'al-wahan', seorang bertutur : "Wahai Rasulullah apakah 'al-wahn' itu ?. Beliau menjawab : 'Cinta dunia dan benci pada kematian". [1]
Terungkap dengan sangat jelas dari hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia ini berbagai fenomena dan gambaran tentang "malapetaka besar" yang menimpa kaum muslimin, dan telah memecah belah persatuan mereka, melemahkan kemuliaan dan kehormatan mereka, serta memporak porandakan barisan-barisan mereka.
Salah satu sisi fitnah ini telah menimpa lubuk hati sejumlah besar para da'i dan penuntut ilmu. Sehingga -sangat disayangkan- merekapun terpecah dan terbagi. Sebagian mencela dengan sebagian yang lain, sedangkan yang lainnya mengeritik, membantah dan seterusnya.
Bantahan-bantahan itu tidak sekedar bantahan, demikian pula jika sekedar kritikan-kritikan, tidak akan membahayakan seorang dari mereka, baik pihak yang membantah atau yang dibantah. Karena menurut pandangan orang-orang yang adil, yang tidak fanatik bahwa kebenaran itu diketahui dengan cahaya dan dalil-dalilnya, bukan diketahui dengan orang yang menyampaikan atau yang menyatakannya.
Akan tetapi yang membahayakan mereka (para pembantah dan yang dibantah) adalah "berbicara tanpa ilmu", serampangan, tanpa memikirkan akibat dan dampaknya, serta berbicara tanpa hak terhadap hamba-hamba Allah Jalla Jalaluhu.
[A]. MASALAH FIQHUL WAQI'.
Ditengah fitnah yang buta, tuli dan dibangkitkan pula beragam masalah yang berhubungan erat dengan masalah fiqh, manhaj dan dakwah. Alhamdulillah kami mempunyai jawaban-jawaban ilmiah seputar masalah tersebut. Maka segala puji dan karunia hanya milik Allah Jalla Jalaluhu.
Diantara problematika yang cukup melelahkan dan banyak diperbincangkan secara serius dalam fitnah di zaman ini, apa yang diistilahkan oleh sebagian orang dengan "Fiqhul Waqi' " alias "Memahami realita umat".
Sementarta itu, saya tidak menyangkal gambaran atau ilustrasi ilmu yang mereka ada-adakan, namanya dengan sebutan "Fiqhul Waqi'", sebab telah banyak ulama-ulama ummat yang memberikan berbagai jawaban guna mencari jalan keluar bagi ragam kesulitan yang mereka hadapi dengan maksud dan tujuan agar mengetahui dan mengenal realita mereka. Dari sanalah kita jumpai ungkapan mereka yang populer :
"Menghukumi sesuatu adalah bagian (cabang) dari gambarannya"
Hal ini tidak akan terwujud melainkan dengan mengenal kenyataan, kejadian dan realita yang meliputi suatu masalah yang menjadi sasaran sebuah bahasan. Ini adalah suatu kaidah dasar dalam memberi fatwa secara khusus, dan ilmu-ilmu lainnya secara umum.
Dengan demikian "Fiqhul Waqi' " adalah memahami sesuatu yang menggelisahkan atau menyusahkan kaum muslimin yang berhubungan erat dengan kepentingan-kepentingan mereka, atau tipu daya/makar musuh-musuh mereka, yang akan mengingatkan mereka agar mewaspadainya dan bangkit bersama secara nyata tidak hanya sekedar menganalisa atau menyibukkan diri dengan berita dan informasi kaum kafir atau bersikap melampui batas terhadap pemikiran-pemikiran mereka.
[B]. PENTINGNYA MENGENAL REALITA
Mengenal sebuah realita dengan tujuan agar sampai kepada hukum syariat adalah sangat penting dan merupakan salah satu kewajiban. Tugas ini harus dijalankan oleh sekelompok khusus pelajar muslim yang memiliki kecerdasan tinggi dari berbagai disiplin ilmu, baik syari'at atau kemasyrakatan (sosiologi), perekonomian, kemiliteran, dan ilmu apa saja yang dapat memberi manfaat bagi ummat Islam, serta mendekatkan mereka untuk kembali kepada kehormatan dan kemuliaan mereka. Terutama jika ilmu-ilmu ini terus berkembang sejalan dengan perkembangan zaman dan tempat.
[C]. BERAGAM "FIQH" YANG HARUS DIFAHAMI
Yang wajib diingat pada kesempatan ini, bahwasanya terdapat beragam fiqh yang mana kaum muslimin dituntut untuk memahaminya. Tidak hanya terbatas pada fiqh madzhab yang telah mereka kenal dan menerimanya, atau sekedar memahami "fiqh" (yang tengah kita bicarakan) ini, yang telah diingatkan dan digerakkan oleh sebagian da'i muda kita, tidak demikian. Sebab fiqh yang wajib dilaksanakan oleh kaum muslimin meskipun minimal bersifat fardhu kifayah, lebih besar dan lebih luas, seperti fiqh Qur'an, fiqh as-Sunnah, fiqh bahasa, fiqh mengenai sunnatullah di alam semesta ini, fiqh khilaf (yang berfungsi untuk mengetahui bagaimana memahami perbedaan pandangan ,-pent) dan lain sebagainya. Fiqh-fiqh ini secara umum tidak kalah pentingnya dengan dua macam fiqh yang telah disebutkan sebelumnya, baik fiqh yang berkenaan dengan madzhab ataupun Fiqhul Waqi' yang kami bermaksud untuk menjelaskannya disini.
Bersamaan dengan itu semua, namun kami tidak menjumpai orang yang mengingatkan atau mengisyaratkan kepada beragam fiqh ini, terutama fiqh al-Qur'an dan as-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih yang merupakan induk dan dasar bagi fiqh-fiqh yang lainnya.
Fiqh inilah yang jika seorang mengatakan atau berpendapat bahwa hukumnya fardhu 'ain, niscaya pendapat itu tidak jauh dari kebenaran, karena kaum muslimin sangat membutuhkannya, dan sangat lazim bagi mereka. Meski demikian kondisinya, namun tidak banyak kita dengar seorang yang mendengungkannya, meletakkan dasar-dasar manhajnya, menyibukkan para pemuda untuk memahaminya, serta mendidik dan membina mereka di atasnya.
[Disalin dari Majalah : as-Salafiyah, edisi ke 5/Th 1420-1421. hal 41-48, dengan judul asli "Hukmu fiqhil Waqi' wa Ahammiyyatuhu". Diterjemahkan oleh Mubarak BM Bamuallim LC dalam Buku "Biografi Syaikh Al-Albani Mujaddid dan Ahli Hadits Abad ini" hal. 127-150 Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i]
_________
Foote Note
[1]. Dikeluarkan oleh Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Abi Dunyaa dan selainnya, dishahihkan oleh Al-Albani dalam 'Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah' jilid 2, halaman 647. No. hadits 958
CHM Al-Manhaj Versi 3.8 Online melalui www.alquran-sunnah.com.